14 research outputs found
Pola Keruntuhan dan Peningkatan Kekuatan Pada Struktur Dinding dengan Mortar Berfiber Serat Kelapa
Pemenuhan kebutuhan material pembangunan yang semakin meningkat membuat kita berfikir untuk mencari alternatif pemanfaatan material lain, salah satunya pada mortar dengan cara menambahkan serat kelapa pada campuran mortar itu sendiri. Penambahan serat kelapa ke dalam campuran mortar tentu akan membuat parameter kekuatan mortar menjadi berbeda antara lain diantaranya adalah kuat tekan dan kuat tarik serta regangan dalam pasangan dinding. Pada penilitian ini berusaha membandingkan nilai kuat lentur balok mortar, Kuat tekan kubus, kuat tekan dinding yang berserat kelapa dengan tanpa menggunakan serabut kelapa.
Pengujian yang dilakukan untuk mortar dengan tanpa serat kelapa (normal) dan dengan penambahan serabut kelapa adalah uji kuat tekan, kuat tarik, dan uji kuat lentur balok mortar. Benda uji yang digunakan untuk pengujian kuat tekan kubus adalah 20 buah, dan kuat tekan dinding 36 buah, kuat tekan dinding prisma 12 buah, kuat tarik lentur balok mortar berukuran 8 x 8 x 30 cm sebanyak 12 buah, kuat tarik belah mortar (silinder) berukuran 8 x 16 cm berjumlah 12 buah, dan kuat lekat batu bata dengan mortar sebanyak 12 buah.
Hasil penelitian ini diperoleh kuat tekan kubus tanpa serat kelapa (0%) sebesar 3,84 MPa dan dengan serat kelapa 1% adalah 5,76 MPa, 2,5% sebesar 3,30 MPa dan 5% sebesar 1,36 MPa. Untuk kuat tekan dinding tanpa serat kelapa (0%) arah horizontal adalah 0,81 MPa dengan regangan 0,0309 untuk serat kelapa 1% 0,93 MPa, regangan 0,0299 dan 2,5% serat sebesar 0,9008 MPa dengan regangan 0,0372 serta 5% serat kelapa adalah 0,71 MPa dengan regangan adalah 0,0344. Dinding arah vertikal tekan tanpa serat kelapa (0%) sebesar 0,9446 MPa dengan regangan 0,0224 untuk 1% serat kelapa 0,97 MPa, regangan adalah 0,0214 dan 2,5% serabut kelapa sebesar 0,98 MPa dan regangan adalah 0,0186 serta untuk arah dinding diagonal (geser) tanpa serat kelapa (0%) sebesar 0,19 MPa dengan regangan 0,0097 dan untuk 1% serat kelapa dan 2,5% adalah berturut-turut 0,09 MPa dan 0,15 MPa dengan regangan 0,0100 dan 0,0108. Untuk kuat tarik lentur tanpa serat kelapa (normal) sebesar 1,21 MPa dan dengan serat kelapa berturut-turut 1% adalah 1,70 MPa, 2,5% adalah 1,66 MPa, dan 5% adalah 1,22 MPa. Kuat Lekat Mortar dengan tanpa serat kelapa (normal) adalah 0,023 MPa dan dengan serat kelapa 1%, 2,5% dan 5% berturut-turut 0,026 MPa, 0,023 MPa dan 0,016 MPa. Sedangkan untuk pengujian kuat tarik belah mortar dengan tanpa serat kelapa (normal) adalah 0,70 MPa, dan dengan serat kelapa berturut-turut sebesar 0,58 MPa, 0,48 MPa, dan 0,25 MPa. Untuk kuat tekan dinding prisma tanpa serat kelapa (normal) sebesar 1,41 MPa dengan regangan adalah 0,0271 dan untuk dengan serat kelapa berturut-turut adalah 0,95 MPa, 1,00 MPa dan 0,81 MPa dengan regangan sebesar 0,0373 dan 0,0336 serta regangan untuk serat 5% adalah 0,0453. Dengan pola keruntuhan dinding yaitu semakin banyak serat kelapa yang digunakan maka pola retaknya semakin banyak seperti pada pola retak dinding arah horizontal yaitu 0% adalah 4 buaah, 1% adalah 6,5 buah, 2,5% sebanyak 7 buah dan 5% sebanyak 9 buah
Permodelan Nilai Slump Dan Determinasi Variabel Paling Berpengaruh Dengan Pendekatan Regresi
Perancangan campuran beton yang tepat harus sesuai struktur yang dibutuhkan,
metode konstruksi dilapangan dan ekonomis. Proses pencarian komposisi dan proporsi
campuran dilakukan dengan percobaan berulang-ulang. Hasil pencampuran di uji dengan
tes slump dan kuat tekan. Pengujian dilakukan untuk memastikan kualitas beton sesuai
dengan karakter beton yang dibutuhkan dalam konstruksi. Proses pencarian yang berulang-
ulang membutuhkan waktu yang lama dan biaya material yang tidak sedikit. Kerugian
lainnya adalah adanya residu berupa hasil pengujian yang berupa beton padat. Kerugian
tersebut diminimalisir dengan perancangan permodelan proporsi campuran dengan
merujuk nilai slump target. Kajian yang pernah dilakukan menggunakan metode nonlinear,
akan tetapi pada kajian ini mencoba menggunakan metoda dasar regresi linear
Analisis Perkuatan Sambungan Kering Balok Kolom Pracetak Dengan Bahan FRP (Fiber Reinforced Polymer)
Banyaknya bencana gempa yang terjadi di Indonesia berdampak terhadap keruntuhan dan kerusakan suatu struktur bangunan, sehingga perbaikan dan perkuatan menjadi hal yang sering dijumpai. Terutama dalam komponen struktur beton yang sering mengalamai penurunan kekuatan ataupun kegagalan fungsi pasca terjadinya bencana, sehingga tidak mampu lagi menahan beban suatu bangunan.
Banyaknya metode perkuatan yang digunakan di dalam pekerjaan rekonstruksi struktur diperlukan adanya evaluasi studi yang dapat memberikan kesimpulan hasil untuk membantu mengembangakan model dalam perkuatan struktur. Oleh sebab itu, peneliti akan melakukan evaluasi pembahasan tentang perkuatan sambungan kering balok kolom pracetak dengan menggunakan bahan FRP yang telah mengalami runtuh (collapase) akibat perilaku beban quasi-siklik.
Variasi benda uji eksisting dibedakan mejadi 2 macam yaitu: A4-1 dan A4-2 untuk 4 buah angkur dan A2-1 dan A2-2 untuk benda uji 2 buah angkur. Bahan perkuatan yang digunakan dalam penelitinan ini adalah FRP dengan jenis tipe bahan CFRP (Carbon Fiber Reinforced Polymer) yang dilekatkan ke permukaan beton dengan bantuan lem perekat (epoxy) dengan merk SikaDur 30 dan SikaDur 330 tipe A dan tipe B.Variasi perkuatan penelitian ini dibagi menjadi 4 model yaitu (a) RA4 (4 angkur= steel plate+CFRP Sheet), (b) RB4 (4 angkur= CFRP plate+CFRP Sheet), (c) RA2 (2 angkur= steel plate+CFRP Sheet), dan (d) RB2 (2 angkur= CFRP plate+CFRP Sheet).
Hasil penelitian menunjukkan untuk kapasitas maksimum benda uji A4-2 menjadi RA4 memiliki persentase kenaikan sebesar 22,86%, untuk benda uji A4-1 menjadi RB4 memiliki persentase kenaikan sebesar 12,70%, A2-2 menjadi RA2 memiliki persentase kenaikan sebesar 23,54% dan untuk A2-1 menjadi RA1 memiliki persentase kenaikan sebesar 20,71%. Untuk hasil pengujian daktilitas dengan metode secant dan tangensial, secara keseluruhan nilai daktilitas yang telah diperkuat mengalami peningkatan, namun, nilai daktilitas dalam pengujian tidak dapat dijadikan penilaian akhir dikarenakan disaat akhir pemberhentian pengujian beban belum mengalami penurunan atau disimpulkan kondisi beton masih mampu memberikan kapasitas layan beban. Sedangkan, untuk nilai kekakuan dari keseluruhan benda uji mengalami peningkatan dari benda uji eksisting kecuali untuk benda uji RB4 yang mengalami nilai penurunan sebesar -26,52% dan untuk RB2 dengan bahan yang sama memiliki kenaikan sebesar 65,29%. Namun, untuk nilai RA4 dan RA2 dengan bahan perkuatan yang berbeda memiliki kenaikan sebesar 25,60% dan 47,08%.
Dari keseluruhan benda uji dapat disimpulkan bahwa perkuatan dengan penambahan lembaran steel plate + CFRP Sheet memiliki kapasitas maksimum, daktiltas dan kekakuan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan perkuatan dengan menggunakan CFRP plate + CFRP Sheet
Perilaku Lentur dan Lebar Retak Beton Serat Kinerja Tinggi (HPFRC) pada Pelat Satu Arah
Beton serat kinerja tinggi (High-Performance Fiber-Reinforced Concrete atau HPFRC) telah
berkembang sebagai bahan struktur modern dengan karakteristik rheologi dan mekanik yang unik.
Persamaan empiris untuk memprediksi sifat beton atau merancang elemen struktur saat ini masih
didasarkan pada hasil uji beton normal. Oleh karena itu diperlukan penilaian ulang dalam rangka
penerapan persamaan tersebut pada beton kinerja tinggi. Salah satu komponen dasar memproduksi
beton kinerja tinggi (High-Performance Concrete β HPC) adalah semen portland jenis I (Ordinary
Portland cement - OPC). Pada kenyataannya, semen yang beredar di Indonesia adalah jenis Semen
Portland Pozolan.
Sementara itu Standar Nasional Indonesia tentang beton serat kinerja tinggi hingga saat ini
belum diterbitkan. Penelitian perilaku mekanik beton serat kinerja tinggi dapat digunakan untuk
mengembangkan model konstitutif retakannya. Lebar retak sebagai indikator dari keadaan struktur
sangat bervariasi. Lebar retak harus diamati untuk menentukan apakah perilaku struktur dan
kekuatannya memuaskan. Namun, prediksi atau pengukuran yang akurat dari lebar retak dalam
elemen beton struktural sulit untuk dicapai di lapangan.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengembangkan metode untuk mencapai kualitas beton serat
kinerja tinggi melalui rekayasa proporsi bahan penyusun beton di Indonesia. (2) Mengidentifikasi
perilaku lentur dan perilaku retak beton serat kinerja tinggi pada pelat satu arah yang dipengaruhi
oleh pengaruh lekatan (bond effect) antara beton serat kinerja tinggi dan baja tulangan yang diberi
perlakuan berupa variasi komposisi serat baja. (3) Mengembangkan persamaan lebar retak
maksimum yang dipengaruhi sifat mekanik dan faktor geometri beton serat kinerja tinggi pada pelat
satu arah.
Penelitian dilaksanakan dengan melakukan pengujian sifat bahan dan serangkaian percobaan
untuk merancang campuran beton serat kinerja tinggi yang memenuhi kriteria fc' antara 50 MPa - 75
MPa dengan mempergunakan semen Portland Pozzolan, silika fume, serat baja, superplastisizer dan
bahan agregat yang sering digunakan di kalangan masyarakat jasa konstruksi. Kajian eksperimen
dilakukan terhadap pelat HPFRC satu arah setelah parameter fisik dan mekanis bahan penyusun pelat
HPFRC diperoleh melalui serangkaian uji laboratorium. Kajian perilaku mekanis pelat HPFRC
dilakukan melalui analisis gaya dalam berdasar data pengujian lentur pelat HPFRC. Analisis lebar
retak pelat HFPRC dilakukan dengan metode linear elastic fracture mechanics.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa mix design campuran beton mutu tinggi menggunakan
metode volume absolut, dengan batasan berupa rasio air β bahan pengikat (W/B ratio) sebesar 0,23
dan diameter maksimal kerikil 19 mm serta variasi kadar silika fume antara 0% hingga 15% terhadap
berat semen mampu menghasilkan kuat tekan beton antara 64,84 MPa hingga 70,10 MPa. Dengan
perbandingan komposisi Semen PPC : Pasir: Kerikil: Silika Fume: Air: Superplastisizer sebesar 1:
1,328: 1,76: 0,08: 0,213: 0,022 yang diusulkan, kuat tekan rata-rata optimum yang dapat dicapai
secara teoritis adalah sebesar 70,70 MPa.
Pada awal proses pengecoran, sebagian superplastisizer dicampur ke dalam air pencampur.
Kerikil, pasir, dan silika fume diaduk dalam mixer beton berkapasitas 350 liter selama kurang lebih
4 menit. Selanjutnya semen ditambahkan dan diaduk selama 3 menit hingga campuran terlihat
berwarna coklat semen. Berikutnya air bercampur superplastisizer dituangkan ke dalam mixer dan
diaduk selama 3 menit. Sisa superplastisizer dimasukkan ke dalam mixer dan setelah total waktu
pengadukan 12 menit, campuran siap dituangkan ke dalam cetakan beton
Perilaku lentur dan lebar retak yang terjadi pada pelat beton serat kinerja tinggi satu arah yang
diberi perlakuan berupa penambahan kadar serat baja antara 0,4% hingga 1,0% dari berat volume
benda uji dapat diuraikan sebagai berikut. Keruntuhan yang terjadi pada pelat HPFRC satu arah yang
diuji menunjukkan terjadinya keruntuhan lentur, yaitu ditandai dengan pola retakan tegak lurus
bidang datar di sisi bawah pelat yang dimulai dari tengah bentang. Dengan bertambahnya kadar serat baja, pelat HPFRC satu arah yang diuji mampu meningkatkan kinerjanya dalam bentuk menahan
beban layan yang lebih besar pada saat runtuh. Peningkatan kinerja juga ditunjukkan oleh adanya
kecenderungan peningkatan nilai kuat tekan rata-rata, modulus elastisitas, kuat tarik belah, kuat tarik
cabut, maupun hasil pengujian lentur spesimen balok dan spesimen pelat. Pada saat beban layan yang
terjadi semakin membesar, lendutan yang terjadi pada pelat justru mengalami penurunan. Hal ini
disebabkan oleh meningkatnya kuat lekat (bond stress) antara beton serat kinerja tinggi dan baja
tulangan sebagai pengaruh penggunaan serat baja. Peningkatan kuat lekat ini juga ditunjukkan oleh
bertambahnya tegangan tarik baja maupun modulus of rupture (tegangan tarik lentur) beton pada
saat pelat mengalami kegagalan lentur.
Berdasarkan hasil pengujian lebar retak, idealisasi perilaku lebar retak pada pelat satu arah yang
mengalami keruntuhan pelat sebelum terjadinya leleh baja tulangan menunjukkan pola linier.
Sedangkan pada pelat yang baru mengalami keruntuhan setelah terjadinya leleh pada baja tulangan,
perilaku lebar retaknya diidealisasikan dengan pola bilinier atau parabola. Dengan dimensi pelat
yang sama, akibat dari peningkatan beban layan, lebar retak yang terjadi pada saat pelat HPFRC
runtuh meningkat secara proporsional. Hal ini sesuai dengan hasil pengujian yang memperlihatkan
bahwa penambahan serat juga diikuti dengan peningkatan pada hasil pengujian tegangan tekan ratarata,
tegangan tarik belah, tegangan tarik cabut, tegangan tarik lentur (modulus of rupture), tegangan
tarik baja, dan tegangan lekat. Dengan demikian peningkatan kinerja pelat HPFRC akibat
penambahan kadar serat adalah berupa peningkatan kapasitas pelat untuk menahan beban layan,
namun analisis lebar retak yang terjadi lebih dipengaruhi oleh sifat geometri atau dimensi dari
elemen struktur yang diuji. Pola tegangan regangan yang digunakan untuk menghitung modulus
elastisitas pada hasil pengujian kuat tekan benda uji silinder beton serat kinerja tinggi menunjukkan
perilaku yang cenderung linier, hal ini berbeda dengan hasil analisis tegangan-regangan menurut
persamaan Hognestad yang cenderung berbentuk parabola.
Hasil analisis dengan metode linear elastic fracture mechanics (LEFM) yang menggunakan
konfigurasi pelat HPFRC sebagai elemen lentur murni (PBE) dan konfigurasi pelat HPFRC sebagai
elemen lentur tiga titik (TPB) menghasilkan prediksi lebar retak maksimum sekitar 67% apabila
dibandingkan lebar retak maksimum menurut ACI 318 atau ACI 224.2R dan sekitar 117% apabila
dibandingkan lebar retak maksimum menurut Eurocode 2, serta 157% apabila dibandingkan dengan
lebar retak maksimum menurut AS 3600. Hasil ini bersesuaian dengan hasil uji lentur yang
dilakukan. Untuk hasil analisis yang menggunakan konfigurasi reaksi hiperstatik tulangan F dan
momen lentur M (F&M) diperoleh perbandingan nilai lebar retak maksimum pelat HPFRC sebesar
87% terhadap lebar retak maksimum menurut ACI 318 atau ACI 224.2R dan 151% terhadap lebar
retak maksimum menurut Eurocode dan 204% terhadap lebar retak maksimum menurut AS 360.
Hasil ini mendekati lebar retak maksimum menurut hasil analisis slip yang memiliki perbandingan
83% terhadap lebar retak maksimum menurut ACI 318 atau ACI 224.2R, 145% terhadap lebar retak
maksimum menurut Eurocode 2 dan 197% terhadap lebar retak maksimum menurut AS 3600
Pengaruh Kedalaman Retak Beton Terhadap Bond Slip Strengh Antara Tulangan Bambu dan Beton
Dalam penelitian ini diharapkan dapat menjadi tinjauan baru sebagai perbandingan
dalam memilih material, karena pada dasarnya material kini sangat sulit didapatkan
sebagaimana tambang yang sudah banyak di buat sehinnga pasokan nya akan habis dan
bambu merupakan solusi sebagai material bahan bangunan dan memiliki spesifikasi kuat
tarik 370 Mpa(Ghavami,2005). Banyak penelitian tentang tulangan beton salah satunya
adalah retrofit bambu. Akan tetapi sering ditemui penelitian tersebut mengalami kegagalan
slip makad dari itu dibutuhkan pemikiran baru untuk menghindari kegagalan slip yakni
dengan menambahkan cable ties yang dipasang di tulangan bambu sebagai pemodelan ulir
dan penambahan sikadur untuk menambah daya lekat bambu dengan beton.
Penelitian ini menggunakan cable ties stainless steel dengan memvariasi pemodelan
beton yang mengalami keretakan sedalam 25 mm, 50 mm dan 75 mm. Setiap variasi ada 5
sampel dengan kode a, b, c, d dan e. Cable ties tersebut dipasang di tulangan bambu dengan
panjang 10 cm yang sudah dilapisi sikadur dengan jarak pemasangan 5 cm. Benda uji beton
yang dibuat berupa balok dengan ukuran 15 x 15 x 30 cm dengan proporsi campuran beton
1:2,1:3,1 dan FAS 0,52. Pengujian tarik dilakukan dengan dengan alat UTM ( Universal
Testing Machine ) yang akan menghasilkan kuat tarik maksimal. Data tersebut menjadi
acuan membaca besarnya kuat lekat antara beton dan tulangan bambu dan beton serta
melihat pola keruntuhan yang terjadi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa benda uji dengan variabel kedalaman retak 25
mm memiliki kuat lekat yang paling besar dibandingkan benda uji lainnya. Dan yang
memiliki kuat lekat terbesar ke 2 adalah 50 mm dan paling kecil adalah 75 mm. Hal ini
dikarenakan semakin dalam keretakan yang terjadi dapat mengurangi kuat lekat yang ada
pada beton dan tulangan bambu dan dapat memicu keretakan lain yang bisa
menghancurkan struktur beton sehingga beton bertulang menjadi tidak monolit dan
memiliki kuat lekat yang rendah. Pada pengamatan keruntuhan, terjadi 3 kondisi pasca
pengujian tarik yakni concrete cone failure, bamboo failure node dan kehancuran beton
Pengaruh Panjang Tanam Terhadap Bond Slip Strength Antara Tulangan Bambu Dan Beton
Tulangan dengan memanfaatkan bahan dari bambu betung sebagai tulangan pengganti
material baja diharapkan dapat meningkatkan performa dari struktur dengan mampu menahan
beban yang diterima, meningkatkan daktilitas, kekakuan, dan kekangan, meningkatkan performa
dari struktur. Dari segi kekuatan, kuat tarik bambu dapat mencapai 370 Mpa (Ghavami, 2005)
Disisi lain menggunakan penelitian menggunakan bambu sebagai tulangan beton telah banyak
dilakukan, pemanfaatan lapisan perekat dan modifikasi kekasaran tulangan bambu telah dilakukan
oleh banyak peneliti, namun kegagalan elemen beton dengan batang bertulang bambu masih
sering terjadi itu pada perekatan antara bambu dengan beton.
Pada penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui dampak dari pemasangan treatment
yang sudah sering dilakukan, pemasangan cable ties stainless steel akan menambah tahanan
gelincir (slip), hal ini disebabkan oleh gaya gesek permukaan tulangan bambu pada cable ties
stainless steel yang berfungsi untuk shear connector. Dengan treatment pada tulangan bambu
belum sepenuhnya dapat mengahasilkan kelekatan yang maksimal, faktor lain yang dapat
ditambahkan untuk meningkatkan daya lekat hingga maksimal salah satunya adalah panjang
tanam tulangan bambu. Panjang tanam bambu berpengaruh terhadap kelekatan beton dengan
tulangan bambu. Kekuatan menurun seiring dengan kenaikan diameter tulangan dan semakin
dalam tulangan tertanam.
Hasil pengujian kuat tarik tulangan bambu yang diberi cable ties stainless steel dan
tambahan menggunakan sikadur pasir sebagai ulir terhadap bambu memberikan kuat lekat yang
cukup siknifikan. Bertambahnya gaya gesek (frection) dipermukaan bambu hingga membuat
monolitnya tulangan bambu dengan beton, selain itu dengan pemberian cable ties stainless steel
sebagai modifikasi ulir menambahkan gaya bearing force disekitar ulir tulangan bambu yang
membuat berkurangnya kegagalan lekatan. Selain itu dari variabel perbedaan panjang tanam
kedalaman tulangan bambu memberikan penambahan kekuatan lekatan pada masing-masing
variabel sangat dipengaruhi oleh panjang tanam kedalaman tulangan, semakin dalam panjang
tanam yang tertanam pada beton maka semakin besar kuat lekatnya dan sebaliknya
Analisis Sistem Perkuatan Dinding Geser Menggunakan Metode Direct Displacement Based Design (DDBD) Pada Gedung Rumah Sakit Bhayangkara Nganjuk
Indonesia merupakan negara kepulauan tebesar di dunia, terdapat sekitar 17 ribuan
pulau. Salah satu penyebab terbentuknya banyak pulau di Indonesia ini diakibatkan karena
pergeseran lempeng bumi. Dengan adanya pergeseran lempeng bumi ini, mengakibatkan
wilayah Indonesia ini sering mengalami gempa bumi. Hal ini menyebab bangunan β bangunan
yang ada menjadi rusak atau hancur. Gempa bumi terjadi setiap saat bahkan setiap hari, hanya
saja dengan skala yang kecil, sehingga tidak terasa oleh penduduk dan tidak menimbulkan
kerusakan apapun. Tetapi bisa saja gempa kecil itu merupakan awalan dari gempa besar yang
akan merusak bangunan, fasilitas umum, kendaraan, dan lain sebagainya. Oleh karena itu
diperlukan bangunan β bangunan tahan gempa agar dapat mengurangi kerugian atau korban
dari bencana gempa bumi. Salah satu solusi yang tepat untuk memperkuat bangunan terhadap
gempa, adalah dengan menggunakan dinding geser (Shear Wall). Dinding geser (Shear Wall)
merupkan suatu sistem yang berfungsi untuk menahan gaya lateral pada bangunan bertingkat
tinggi akibat adanya guncangan atau gempa.horizontal.
Saat merancang suatu bangunan dibutuhkan metode yang tepat agar sesuai target desain
yang diinginkan. Dengan menggunakan metode Direct Displacement Based Design (DDBD)
dianggap sebagai metode yang tepat dan relatif simple untuk perencanaan bangunan tahan
gempa. Direct Displacement Based Design (DDBD) ini adalah metode alternatif yang
digunakan untuk merancang bangunan tahan gempa. DDBD dianggap lebih akurat dan lebih
jelas digunakan merancang bangunan tahan gempa daripada metode sebelumnya, yaitu Force
Based Design (FBD). Pada analisa ini mengacu pada SNI 1726-2019 tentang tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur, SNI 1727-2013 tentang pembebanan gedung,
SNI 2847-2019 tentang persyaratan beton struktural untuk bangunan gedung, dan ATC-40
tentang kinerja struktur.
Saat melakukan analisa perlu dilakukan pemodelan struktur bangunan dan menginput pembebanan pada program ETABS. Struktur dianalisa dengan metode DDBD dan dimodelkan
tanpa sistem perkuatan (original design) dan juga dengan sistem perkuatan (shear wall).
Setelah dimodelkan dan dianalisa, didapatkan nilai perpindahan (displacement) dan simpangan
lateral (drift lateral). Nilai simpangan lateral berguna untuk menentukan tingkat kinerja pada
struktur. Setelah itu dapat diketahui perbandingan nilai perpindahan dan simpangan lateral
antara original design dengan shear wall dalam menahan gaya lateral akibat gempa bumi
Analisis Perkuatan Bresing Baja Menggunakan Metode Direct Displacement Based Design (DDBD) Pada Gedung Rumah Sakit Bhayangkara Nganjuk
Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi bencana alam gempa bumi
yang tinggi. Hal ini disebabkan karena negara Indonesia berada di zona ring of fire. Ring of
fire atau dalam bahasa indonesia ialah Cincin Asia Pasifik merupakan wilayah yang
dikelilingi oleh jalur gunung berapi aktif. Faktor lain yang menyebabkan potensi yang tinggi
ini ialah karena negara Indonesia merupakan wilayah pertemuan dari 3 lempeng besar, yaitu
Lempeng Eurasia, Lempeng Indo-Australia dan Lempeng pasifik. Akibatnya, aktivitas
gempa di Indonesia sangat tinggi dan menimbulkan kerugian yang besar juga.
Untuk itu , diperlukan konsep perencanaan untuk merancang struktur bangunan
tahan terhadap gempa yang tepat. Konsep perencanaan bangunan tahan gempa yang
sekarang ini banyak digunakan yaitu Performance Based Seismic Design (PBSD) dengan
metode Direct Displacement Based Design (DDBD). Direct Displacement Based Design
(DDBD) lebih mengutamakan perpindahan atau displacement daripada kekuatan atau
strength.
Pada analisis ini membahas terkait perencanaan sistem perkuatan bresing baja
menggunakan metode Direct Displacement Based Design (DDBD) yang merujuk pada SNI
1726:2019 yang membahas tentang tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk gedung
dan non gedung dan SNI 1727:2013 yang membahas pembebanan gedung. Dalam kajian ini
menggunakan baja yang digunakan sebagai perkuatan bresing baja yaitu baja profil WF
400.300.10.16 dengan mutu BJ-41. Dimana terdapat 3 tipe perkuatan dengan lokasi
perletakan yang berbeda-beda
Analisis Bangunan Irregular Dengan Perkuatan Pengaku Dinding Geser (Shear Wall) Menggunakan Metode Direct Displacement Based Design (DDBD)
Kondisi geografis Indonesia yang berada pada lintasan cincing api (the ring of fire) membuat Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan akan bencana alam gempa bumi. Kondisi tersebut sangat mempengaruhi perkembangan konstruksi bangunan yang memiliki variasi bentuk yang kompleks (irregular) di Indonesia. Ada beberapa faktor yang menjadikan sebuah bangunan dapat dikatakan sebagai bangunan irregular, salah satu alasannya adalah bangunan tersebut memiliki tonjolan atau coakan. Alasan lain sebuah bangunan dikatakan irregular adalah beban yang tidak merata pada bangunan tersebut. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan perbedaan pusat massa dengan pusat kekakuan (eksentrisitas) yang dimiliki oleh bangunan tersebut. Untuk mengatasi perbedaan kekakuan pusat massa dengan pusat kekakuan, solusi yang dapat digunakan adalah penambahan pengaku lateral (dinding geser) agar pusat kekakuan dapat bergeser mendekati pusat massa.
Pada umumnya, bangunan irregular memiliki perilaku yang berbeda terhadap beban gempa. Kondisi ini disebabkan karena adanya gaya torsi/puntir yang terjadi akibat perbedaan pusat massa dengan pusat kekakuan. Dengan adanya gaya torsi, bangunan perlu direncanakan secara berbeda dibandingkan dengan bangunan sederhana lainnya. Metode perencanaan yang digunakan adalah metode direct displacement based design (DDBD). Pada metode DDBD, analisis dilakukan dengan mengasumsikan struktur MDOF menjadi SDOF dengan pemberian beban gempa secara bertahap hingga struktur tersebut runtuh. Untuk mengaplikasikan prinsip pada metode DDBD, digunakan analisis pushover pada SAP2000. Analisis pushover dapat menghasilkan static pushover analysis curve yang digunakan untuk melihat kekuatan serta perilaku bangunan dalam menahan beban gempa. Bangunan akan ditinjau pada aspek kekuatan dan perilaku bangunan sebelum dan setelah diberikan perkuatan pengaku dinding geser dengan beberapa konfigurasi perletakan dinding geser.
Terdapat 3 alternatif konfigurasi dinding geser yang digunakan dengan tujuan meng-optimalkan kekuatan dan perilaku bangunan dalam menahan beban gempa. Ketiga tipe konfigurasi memberikan peningkatan yang signifikan pada segi kekuatan. Dilihat dari simpangan lantai atap pada setiap konfigurasi, peningkatan yang terjadi mulai dari 86% - 91%. Selain itu, gaya geser dasar yang dapat diterima oleh bangunan juga mengalami peningkatan. Namun dari segi performance level, ketiga konfigurasi tidak memberikan peningkatan dikarenakan struktur sudah terlebih dahulu memiliki performance level immediate occupancy (IO). Semua konfigurasi perkuatan dinding geser juga dapat dikatakan sebagai struktur yang aman dikarenakan sudah memenuhi simpangan izin antar lantai yang tercantum pada SNI 1726:2019
Pengaruh Jenis Kabel Ties Sebagai Ulir Terhadap Slip Bond Anata Tulangan Bambu dan Beton
Pemanfaatan bambu sebagai tulangan pada beton bertulang diharapkan dapat
menggantikan tulangan baja yang ketersediaannya di alam yang semakin berkurang dan
untuk mengurangi pencemaran lingkungan akibat produksi tulangan baja. Bambu memiliki
kekuatan tarik yang dapat mencapai 370 Mpa (Ghavami,2005). Selain itu sudah banyak
penelitan yang menggunakan bambu sebagai tulangan pada beton, penggunaan lapisan
kedap air dan modifikasi kekasaran tulangan bambu telah dilakukan, Namun masih sering
terjadi kegagalan slip antara elemen beton dengan tulangan bambu. Maka dari itu
dibutuhkan modfikasi pada tulangan bambu untuk menghindari kegagalan slip. Salah
satunya dengan mengganti jenis cable ties yang dipasang pada bambu.
Pada penelitian ini jenis cable ties yang digunakan adalah cable ties plastik, cable
ties stainless-steel dan klem selang. Pada masing-masing variasi jenis cable ties terdapat 5
benda uji yang diberikan kode seperti: SS, PLS dan HC. SS untuk tulangan bambu yang
dipasangi cable ties stainless-steel, PLS untuk tulangan bambu yang dipasangi cable ties
plastik dan HC untuk tulangan bambu yang dipasangi klem selang. Cable ties tersebut
dipasang pada tulangan bambu dengan panjang 10 cm yang sudah dilapisi dengan sikadur
dan pasir dengan jarak 5 cm antar cable ties, yang selanjutnya akan ditanamkan pada beton.
Benda uji beton yang digunakan berupa balok dengan ukuran 15 x 15 x 30 cm yang
memiliki proporsi campuran beton 1:2,1:3,1 dan FAS 0,52. Pengujian yang dilakukan
adalah uji tarik menggunakan alat UTM (universal testing machine) yang akan
menghasilkan kuat tarik maksimal. Data kuat tarik maksimal akan diolah menjadi data kuat
lekat antara beton dan tulangan bambu. Dengan membaca besarnya kuat lekat tulangan
bambu dan mengamati pola keruntuhan yang terjadi, penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui besarnya kuat lekat antara tulangan bambu dan beton dan pola keruntuhan yang
terjadi pada benda uji.
Hasil penelitian menunjukan bahwa tulangan bambu yang dipasangi cable ties
stainless-steel (SS) memiliki nilai kuat lekat paling besar, kemudian benda uji yang
dipasangi klem selang dan benda uji cable ties plastik (PLS) memiliki nilai kuat lekat paling
kecil. Hal ini dikarenakan cable ties stainless-steel dapat menyesuaikan bentuknya dengan
baik pada tulangan bambu sehingga mempunyai daya cengkram yang kuat, sementara pada
benda uji yang dipasangi klem selang cenderung susah mengikuti bentuk tulangan bambu
yang persegi sehingga mengurangi daya cengkram klem selang dengan tulangan bambu,
dan pada benda uji yang dipasangi cable ties plastik memiliki ketebalan yang kecil yang
mengakibatkan rendahnya bearing force pada tulangan bambu. Pada pengamatan pola
keruntuhan dari semua variabel hampir menunjukan pola yang sama yaitu keruntuhan
kerucut beton (concrete cone failure), namun tulangan dengan pemasangan cable ties
plastik terdapat 1 benda uji yang mengalami kegagalan bambu pecah (bamboo failure